5 Tips Mudah Bangun Core Values untuk Perusahaanmu

Published on: Tuesday, Jun 25, 2024 • Updated: Wednesday, Oct 29, 2025

5 Tips Mudah Bangun Core Values untuk Perusahaanmu

Mengapa Core Values Menentukan Arah Pertumbuhan Perusahaan

Kantor Tanpa Kompas

Bayangkan sebuah tim kecil beranggotakan sepuluh orang. Semua sibuk. Semua merasa penting. Semua bergerak cepat. Tapi setelah enam bulan, pendapatan tidak naik, retensi karyawan buruk, dan meeting mingguan terasa seperti memadamkan api, bukan membangun masa depan.

Kalau ditanya "Apa yang benar-benar penting buat perusahaan ini?" — semua orang menjawab hal yang berbeda.

Itu bukan soal strategi pemasaran yang lemah, atau produk yang belum matang. Sering kali, masalahnya lebih mendasar: tidak ada core values yang jelas. Tidak ada nilai inti yang disepakati bersama sebagai standar perilaku, cara mengambil keputusan, dan tolok ukur siapa yang boleh ada di ruangan itu.

Menariknya, justru banyak bisnis yang tertahan perkembangannya bukan karena kurang peluang, tapi karena tidak punya kejelasan nilai yang mereka perjuangkan.

Apa Itu Core Values?

Core values (nilai inti) adalah sekumpulan prinsip dasar yang mewakili identitas sebuah perusahaan. Nilai ini bukan slogan manis di dinding kantor. Ia adalah jawaban jujur atas pertanyaan sederhana: "Orang seperti apa yang boleh bertahan di sini?"

Nilai inti yang kuat melakukan dua hal sekaligus:

  • Menarik orang-orang yang punya nilai serupa.
  • Mengusir orang-orang yang tidak cocok, secepat mungkin.

Dalam konteks ini, core values bekerja seperti filter budaya. Ia tidak hanya mendefinisikan "apa yang kita lakukan", tapi juga "bagaimana kita melakukannya", bahkan saat tidak ada yang mengawasi.

"Culture isn`t what you write. Culture is what you tolerate."

Nilai yang sehat memberi arah pada perilaku. Ia jadi referensi ketika tim harus memilih: kecepatan atau kualitas, revenue jangka pendek atau reputasi jangka panjang, kompromi atau prinsip.

Tanpa nilai yang jelas, keputusan-keputusan ini akan terasa personal, emosional, dan melelahkan. Dengan nilai yang jelas, keputusan jadi konsisten, bisa dijelaskan, dan bisa diulang oleh siapa pun di tim.

Masalah yang Muncul Saat Perusahaan Tidak Punya Nilai

Ketika perusahaan tidak memiliki core values yang jelas, biasanya muncul pola-pola ini:

  • Rekrutmen jadi reaktif. Kita menerima siapa saja yang "butuh kerja" atau "punya skill teknis", tanpa bertanya apakah ia satu frekuensi secara karakter.
  • Konflik di dalam tim terasa pribadi, bukan fungsional. Perdebatan tidak punya bahasa yang sama untuk menilai mana keputusan yang "benar".
  • Fokus perusahaan kabur. Setiap orang merasa target utamanya berbeda. Satu orang bicara "growth", satu lagi bicara "kualitas", satu lagi bicara "stabilitas", dan semuanya merasa paling benar.
  • Founder jadi bottleneck moral. Semua orang terus bertanya "ini boleh gak?", karena tidak ada patokan nilai bersama yang bisa dijadikan pegangan tanpa founder.

Akibatnya, perusahaan berat tumbuh. Bukan karena pasar tidak ada. Tapi karena organisasi tidak siap menerima pertumbuhan.

Kita bisa menyebutnya sebagai perusahaan tanpa kompas. Bergerak, tapi tidak berarah.

Cara Menemukan Core Values Bersama Tim

Berita baiknya: core values bukan sesuatu yang harus ditemukan lewat brainstorming tagline keren. Nilai inti yang kuat biasanya muncul dari orang-orang terbaik yang sudah ada sekarang.

Berikut proses praktis yang bisa dilakukan bersama tim.

  1. Minta setiap anggota tim menuliskan tiga nama orang di perusahaan yang menurut mereka, "Kalau orang ini digandakan jadi lima orang, perusahaan akan tumbuh jauh lebih cepat."

    Ini penting: yang dituliskan adalah orang yang benar-benar ada, bukan "gambaran orang ideal yang belum ada". Nama nyata, bukan fantasi.

  2. Kumpulkan semua nama tersebut di satu tempat (papan tulis, dokumen bersama, sticky notes di dinding). Lihat polanya. Siapa yang paling sering disebut?

    "Teamwork | Gambar oleh fauxels"

  3. Untuk setiap nama yang muncul, gali karakteristiknya. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:

    • Kualitas apa yang mereka tunjukkan setiap hari?
    • Apa yang mereka lakukan ketika tim sedang dalam tekanan?
    • Bagaimana mereka menyelesaikan masalah tanpa drama?
    • Hal apa yang membuat kamu merasa, "Ini orang yang harus dipertahankan"?

    Catat jawabannya dalam bentuk kata sifat atau perilaku konkret, misalnya:

    • Tidak mudah panik
    • Pegang janji
    • Mau turun tangan, bukan cuma komentar
    • Transparan saat ada masalah
    • Punya inisiatif, tidak menunggu disuruh
  4. Setelah daftar sifatnya terkumpul, lakukan pengelompokan.
    • Lingkari nilai yang paling penting (inti).
    • Garisbawahi hal-hal yang terdengar bagus tapi sebenarnya tidak kritis.
    • Gabungkan istilah yang mirip agar tidak duplikatif (misal "inisiatif", "inisiatif tinggi", "proaktif", bisa jadi satu kategori nilai).
  5. Dari hasil pengelompokan itu, pilih 3 sampai 7 nilai yang benar-benar mencerminkan identitas perusahaan.

Kenapa 3 sampai 7? Karena kalau nilainya terlalu banyak, tidak ada yang benar-benar diperjuangkan. Nilai inti itu bukan daftar panjang yang enak dipresentasikan, tapi seperangkat standar perilaku yang harus jadi budaya hidup.

"Kalau setiap hal adalah prioritas, sebenarnya tidak ada yang prioritas."

Perhatikan sesuatu yang penting: proses ini bukan sekadar latihan HR. Ini membentuk fondasi siapa yang akan direkrut, siapa yang akan dipromosikan, dan siapa yang harus dilepas.

Bagaimana Core Values Diterjemahkan Jadi Perilaku Nyata?

Core values yang baik itu operasional. Bisa dipakai dalam percakapan sehari-hari. Bukan kalimat abstrak yang terdengar korporat.

Beberapa contoh nyata dari perusahaan yang menggunakan core values sebagai arah perilaku:

McKinley

  • Can do
  • Gumby (fleksibel, adaptif)
  • Service
  • Results
  • Adroit (cekatan, terampil)

Schechter Wealth Strategies

  • Clients` needs first — always
  • A complete "WOW" experience
  • A special place to be
  • Cutting-edge knowledge — we are the experts

Zoup! Fresh Soup Company

  • Action-oriented
  • "Can do" attitude
  • No jerks
  • Open and honest
  • Passion for the brand

Yang menarik dari contoh-contoh di atas adalah: nilai yang mereka pilih itu praktis, langsung ke perilaku, dan bisa dipakai untuk mengukur seseorang. Bukan sekadar "integritas", "profesionalisme", "inovasi" — kata-kata yang sering terdengar bagus tapi tidak jelas bentuk nyatanya.

Kalimat seperti "No jerks" mungkin terdengar sederhana, bahkan kasual. Tapi sebenarnya sangat tegas. Itu adalah cara perusahaan berkata: "Kami tidak akan membiarkan orang toxic bertahan di sini, sekalipun mereka perform tinggi." Sikap seperti itu adalah kebijakan budaya.

Atau "Clients` needs first — always". Itu bukan sekadar janji manis ke pelanggan, tapi parameter keputusan internal. Saat ada konflik antara kenyamanan internal dan kebutuhan klien, siapa yang harus menang? Nilai ini sudah menjawabnya.

Menurut Gino Wickman dalam buku "Traction: Get a Grip on Your Business", core values yang kuat akan menjadi alat untuk menyaring siapa yang tepat berada di perusahaan, dan siapa yang tidak. (Wickman, 2012)

Tantangannya: Core Values Mudah Ditulis, Sulit Dihidupkan

Inilah sisi gelapnya. Banyak perusahaan akhirnya punya "core values" hanya sebagai dekorasi.

Mereka menulis nilai-nilai megah, cetak di poster, tempel di ruangan meeting, lalu berharap budaya akan terbentuk dengan sendirinya. Tentu tidak terjadi.

Ada beberapa jebakan umum:

  • Nilainya terlalu generik. Semua orang mengklaim "integritas" dan "kolaborasi". Tapi seperti apa bentuk "integritas" saat harus lapor angka yang jelek ke investor? Itu yang jarang dijawab.
  • Tidak ada konsekuensi. Orang boleh melanggar nilai asalkan performanya tinggi. Ini membuat nilai kehilangan kredibilitas di mata tim.
  • Nilai tidak dipakai dalam pengambilan keputusan penting. Misalnya, promosi jabatan dilakukan hanya berdasarkan skill teknis, meskipun orang tersebut bertentangan dengan nilai utama perusahaan. Perlahan-lahan, nilai yang tertulis jadi tidak dipercaya lagi.
  • Nilai jadi alat politis. Ini yang paling berbahaya. Nilai dikutip hanya ketika ingin menekan orang lain, bukan ketika harus mengevaluasi diri sendiri.

Budaya perusahaan runtuh bukan karena tidak punya nilai, tapi karena nilai yang diumumkan ke luar tidak sama dengan nilai yang diterapkan di dalam.

Kembali ke Kompas

Kalau kita kembali ke tim kecil tadi yang selalu sibuk memadamkan api: mungkin masalah mereka bukan kurang kerja keras. Mungkin masalahnya adalah mereka tidak pernah menyepakati "kita ini mau jadi orang seperti apa".

Core values pada dasarnya adalah kontrak sosial tim. Bukan dalam bentuk legal, tapi moral. Ia menyatukan visi, menyederhanakan konflik, dan menjadi dasar perekrutan orang yang tepat.

Jadi sebelum menanyakan "Bagaimana cara kita bisa scale lebih cepat tahun ini?", mungkin ada pertanyaan yang lebih mendasar untuk diajukan ke tim:

Siapa yang pantas kita gandakan? Dan, kalau jawabannya jelas... apakah kita sudah berani hidup dengan nilai-nilai orang itu setiap hari?

Bangun bisnis yang jalan, bukan cuma ide di kepala

Jawab beberapa pertanyaan singkat tentang kondisi bisnismu, dan kami akan rekomendasikan kelas paling relevan: validasi masalah customer, bagi saham co-founder, sampai mindset founder yang tahan banting. Fokus, praktis, langsung bisa dipakai.

Coba Quiz Rekomendasi
Details
Dashboard